Revolusi Buruh

Seperti yang selalu dikatakan oleh Lenin, kita hidup dalam masa perang dan revolusi. Sejarah telah membuktikan bahwa dia benar. Dalam abad ini telah terjadi lebih dari 100 perang, baik dalam skala besar maupun kecil. Sebut saja beberapa secara random: Perang Dunia I dan II, serangan Jepang terhadap Cina, perang Italia di Etiopia, perang delapan tahun antara Iran dan Irak, serangan imperialisme Amerika terhadap Irak dan Vietnam, tiga perang Arab-Israel, dua perang India-Pakistan dan Perang Malvinas. Tetapi banyak juga revolusi yang terjadi, seperti beberapa berikut ini: Revolusi Rusia tahun 1905 dan 1917, Revolusi Jerman 1918-1923, Revolusi Spanyol tahun 1936, Revolusi Hongaria tahun 1919 dan 1956, Revolusi Cina 1925-1927, Revolusi Portugal tahun 1974, dan penggulingan Shah Iran tahun 1979.

Apa yang dimaksud dengan revolusi buruh? Yaitu ketika massa buruh membangkang terhadap keadaan rutin mereka sebagai korban dan sebagai obyek pasif dari tekanan dan pemerasan, serta mengukir sejarah dalam usahanya mencapai kebebasan dan menentukan nasib mereka. Revolusi bukanlah suatu kejadian sehari. Bersama dengan emosi dan pikiran yang baru, kaum buruh juga masih membawa beban masa lalu mereka. Seperti dalam kata-kata Marx: “Tradisi dari generasi-generasi yang sudah mati terasa menghimpit bagaikan sebuah mimpi buruk bagi generasi yang masih hidup.” Kontradiksi utama dalam jantung revolusi adalah pertentangan antara yang baru dan yang lama, dan hanya melalui sebuah proses yang amat sulit dan keras kontradiksi ini dapat diatasi.

Marilah kita melihat beberapa contoh, yang pertama, peristiwa Revolusi Rusia tahun 1917. Pada tanggal 18 Februari 1917, 30.000 buruh di pabrik terbesar di Petrograd, yaitu pabrik Putilov, mogok kerja untuk minta kenaikan upah sebesar 50 persen. Kerusuhan itu terjadi karena kelangkaan pangan. Toko-toko roti dan makanan diserang, dan kejadian itu terulang terus sampai berhari-hari.

Pada tanggal 23 Februari pukul 9 pagi, buruh-buruh pabrik di daerah Vyborg mogok karena mereka memprotes karena kekurangan roti hitam di toko-toko. Pemogokan itu merambat ke pabrik-pabrik lain di Petrograd, Rozhdestvenskii dan Liteinyi, dan selama hari itu 50 perusahaan menghentikan pekerjaannya, karena 87.534 orang mogok.
Pada hari berikutnya gerakan buruh belum reda. Kemudian ada sebuah memorandum dari Okhrana (polisi rahasia), dengan surat tertanggal 24 Februari malam yang menyatakan: “Pemogokan buruh yang terjadi kemarin sehubungan dengan kekurangan roti masih berlanjut hari ini; selama hari itu 131 perusahaan dengan 158.583 buruh tutup.”

Hari berikutnya, 25 Februari, laporan Okhrana menunjukkan tanda bahaya yang lebih tinggi, dan menuding pasukan tentara, bahkan Cossack, belum siap untuk menekan gerakan buruh. Pada tanggal 26 Februari, untuk pertama kalinya muncul dalam laporan Okhrana gambaran langsung tentang pemberontakan tentara.

Menurut NN Sukhanov, seorang saksi mata yang jujur dan penulis sejarah revolusi yang terkemuka, ada sekitar 25.000 tentara yang telah meninggalkan baraknya untuk bergabung dengan massa, sementara sisanya sekitar 160.000 tentara tidak siap menekan gerakan buruh. Menurut sumber lain, ada sebanyak 70.000 orang tentara yang bergabung dengan 385.000 buruh dalam pemogokan yang terjadi tanggal 27 Februari.

Tanggal 28 Februari merupakan akhir keruntuhan pasukan Tsar: pasukan “loyal” yang masih ada menyerah; benteng-benteng Peter dan Paul ditundukkan tanpa tembakan satupun; dan menteri-menteri Tsar ada yang ditahan dan yang lain menyerah kepada pemerintahan baru.
Revolusi itu betul-betul spontan dan tanpa rencana. Seperti yang dikatakan Trotsky: “Tidak ada seorang pun, betul-betul tidak ada seorang pun - ini dapat kita pastikan berdasarkan semua data yang ada - yang berpikir saat itu bahwa tanggal 23 Februari merupakan permulaan ofensif yang menentukan dalam perjuangan melawan absolutisme.”

Menurut Sukhanov: “Tidak satu pun partai yang mempersiapkan pergolakan besar itu.”
Hal yang mirip diucapkan oleh bekas direktur Okhrana yang menyatakan bahwa revolusi tersebut “betul-betul merupakan fenomena spontan, dan sama sekali bukan hasil agitasi partai.”
Sebuah kekuatan politik baru muncul di Petrograd, yakni munculnya dewan buruh (soviet). Sebenarnya struktur politik ini merupakan pembaharuan dari institusi yang lahir pada Revolusi tahun 1905, yang terdiri dari para wakil seluruh buruh di pabrik-pabrik yang melakukan pemogokan, tetapi yang berlangsung di luar jangkauan komite pemogokan bersama. Pada tahun 1906, dalam peninjauannya kembali, Lenin menyatakan hal-hal berikut ini tentang dewan buruh (soviet):

Para Dewan Utusan Buruh merupakan organ-organ dari perjuangan massa secara langsung. Mereka memulainya sebagai organ perjuangan pemogokan. Karena keadaan terpaksa, dengan cepat mereka menjadi organ-organ dari perjuangan revolusi umum melawan pemerintah. Jalannya kejadian-kejadian dan transisi dari sebuah pemogokan sampai ke sebuah pemberontakan yang tak dapat dihentikan lagi membuat mereka menjadi organ pemberontakan.

Revolusi Februari 1917 menciptakan situasi baru yang menggairahkan, yakni Tsar turun tahta, yang berarti monarki yang telah berumur berabad-abad berakhir. Polisi dibubarkan. Di setiap pabrik dibentuk komite buruh. Di dalam banyak kesatuan, dibentuk komite tentara. Dewan buruh bangkit di mana-mana. Selama Revolusi tahun 1905, Trotsky (ketua dewan buruh Petrograd) sudah bisa menulis tentang institusi-institusi ini sebagai berikut:

Dewan buruh benar-benar menjadi sebuah pemerintahan buruh embrional … Sejak awalnya, dewan buruh merupakan organisasi kaum proletar yang tujuannya adalah untuk memperjuangkan kekuasaan revolusioner. Dengan adanya dewan buruh, kita menyaksikan munculnya kekuasaan demokratis yang pertama di dalam sejarah Rusia moderen … Dewan buruh merupakan demokrasi asli, tanpa struktur parlementer seperti majelis tinggi dan majelis rendah, tanpa birokrasi profesional, tetapi dengan hak yang dimiliki pemilih untuk merecall wakil-wakil mereka setiap saat. Melalui para wakilnya yang langsung dipilih oleh para buruh, dewan buruh menjalankan kepemimpinan langsung terhadap semua manifestasi sosial proletariat secara menyeluruh dan terhadap berbagai kelompok masing-masing; mengatur aksi-aksi mereka; dan menyediakan semboyan dan panji buat mereka.

Tetapi, setelah revolusi bulan Februari 1917, bersamaan dengan adanya dewan buruh, konstitusi lama tetap berlangsung. Di pabrik-pabrik, para majikan dan manajer lama bertahan pada posisi mereka. Di bidang ketentaraan, para jenderal masih memegang komando: kepala komando tentara saat itu adalah Jenderal Kornilov yang diangkat oleh Tsar. Bersamaan dengan kekuasaan dewan buruh, ada pemerintahan borjuis yang dikepalai oleh politisi liberal dari zaman Tsar. Situasi ini, yang oleh Lenin dan Trotsky disebut sebagai dual power (dualisme kekuasaan atau kekuasaan ganda), penuh dengan kontradiksi.

Meskipun sifat dewan buruh seperti yang disebutkan oleh Trotsky di atas, para pemimpinnya mengemis kepada kaum borjuis untuk tetap berkuasa. Mayoritas wakil dewan buruh adalah orang-orang sosialis sayap kanan, kelompok Menshevik dan kelompok Revolusioner Sosial. Dari 1.500 sampai 1.600 wakil, hanya 40 dari kelompok Bolshevik. Hal itu bukan merupakan suatu kebetulan, tapi merupakan situasi yang tak terelakkan, di mana jutaan orang bergeser ke kiri tetapi masih membawa beban ideologi Tsar masa lalu. Bagi jutaan orang yang sampai saat itu masih mendukung Tsar dan perangnya, pergeseran ke kiri ini tidak berarti mereka langsung bergabung pada partai yang paling radikal dari partai-partai yang ada, yakni partai Bolshevik. Orang kuat dari pihak Menshevik, I.G. Tseretelli, yang menjadi Menteri Dalam Negeri dalam Pemerintahan Borjuis Sementara, menjelaskan perlunya berkompromi dengan kaum borjuis: “Tidak ada jalan lain untuk revolusi. Memang benar bahwa kita memiliki seluruh kekuasaan, dan bahwa pemerintah akan mundur apabila kita mengangkat jari kita, tetapi itu akan berarti bencana bagi revolusi”.

Di dalam pamflet berjudul Tugas-tugas Kaum Proletar dalam Revolusi kita, Lenin menulis tentang dual power sebagai berikut:
Dualisme kekuasaan termanifestasikan dengan adanya dua pemerintahan. Yang pertama adalah pemerintahan borjuis … yaitu “Pemerintahan Sementara” dari Lvov dan Co, yang memegang organ-organ kekuasaan dalam tangannya. Yang kedua adalah pemerintahan tambahan yang sejajar, sebuah pemerintahan yang “mengontrol”. Ini berbentuk Soviet Wakil-wakil Tentara dan Buruh di kota Petrograd, yang tidak mempunyai organ-organ kekuasaan negara tetapi secara langsung bersandar pada dukungan yang nyata dari sebagian besar rakyat — kaum buruh dan tentara yang bersenjata.

Keadaan yang tak stabil ini tidak bisa bertahan lama:
Dualisme kekuasaan hanya menunjukkan suatu fase transisi dalam perkembangan revolusi, pada saat perkembangan ini bergeser lebih jauh daripada revolusi demokrasi borjuis biasa, tapi belum mencapai sebuah kediktatoran “murni” kaum proletar dan kaum tani.

Hanya setelah kejadian-kejadian seru selama berminggu-minggu dan berbulan-bulan, maka kaum Bolshevik berhasil memenangkan mayoritas golongan buruh. Pada tanggal 9 September, Soviet di Petrograd menyeberang ke kubu Bolshevik dan Trotsky terpilih sebagai presidennya. Pada hari yang sama partai Bolshevik memenangkan mayoritas dalam Soviet Moskow. Dari sini hanya diperlukan selangkah lagi menuju kekuasaan buruh pada tanggal 7 November 1917.

Akankah Revolusi indonesia Kelak akan berawal dari gerakan Buruh yang notabene di Indonesia Muncul sebagai kelompok besar akibat gencarnya Proses Kapitalisme pada masa Orde Baru, kita tunggu saja

Tidak ada komentar: